Jalanan tak pernah
sepi pengendara, debu dan polusi juga membuat dada semakin sesak, jadwal tak
habis-habisnya memburu waktu, mengejar hari dan target. Macet disepanjang jalan
membuat pengendara menghardik sesamanya, klakson dibunyikan berulang-ulang,
bersahut-sahutan dengan klakson lain, teriakan pria bertubuh besar, berkumis
lebat, berkemeja lusuh yang mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil berteriak
kesal menghardik mobil didepannya yang tidak bergerak sedikitpun, hanya jarak
30 senti saja dengan mobilnya. Penjual asongan yang hilir mudik kesana kemari
menjajakan dagangannya, membuat jalanan semakin ramai dengan teriakannya,
matahari seakan tertawa geli melihat kota ini penuh sesak dengan amarah dan
kejengkelan. Pukul 17.10, namun matahari ingin segera lenyap dari kota yang
sesak ini, meninggalkannya dengan segera dan berganti dengan rembulan, sinarnya
perlahan tertutup dibalik gedung etalase megah bertingkat 30 lantai, ia seperti
hendak berkata “selamat menikmati malammu ditempat sesak ini”.
Pria bertubuh tinggi,
hidung yang boros maju kedepan, bermata sipit, bibir yang ranum, wajah tirus
dan bersih, seperti sedang menggambarkan aktor tampan ditelevisi, perfect sudah pria ini. Melongokkan
kepalanya kebawah apartement dari lantai 9 kamarnya, melihat jalanan kota yang
penuh sesak ramai oleh pengendara. Mendengus kesal selepas menatap jalanan
ramai. Pukul 18.10. Pria tampan bak aktor profesional itu merebahkan tubuhnya
diatas springbad empuk yang bersih,
matanya menatap sekeliling ruangan, ruangan yang mewah dan luas untuk
ditinggali satu orang. Sofa berwarna coklat berpadu putih yang disusun apik
ditengah kamar, TV 3 dimensi terpasang didinding kamar menghadap tempat tidur,
lemari kaca model terbaru yang setiap hari menatap pria tampan yang sedang
kesal. Parfum mahal dan barang-barang bermerk
terjejer rapi diatas meja kaca. Kemewahan yang diidam-idamkan setiap orang,
apalagi penjual asongan diluar jalanan itu yang masih berteriak-teriak
menawarkan air botol kemasan dengan semangatnya tanpa kesal meskipun sesak
berdebu.
Langit-langit kamar
terus ia terawangi, sesekali ia mengerutkan dahi, lalu memejamkan mata, ia
tatap lagi, mengerutka dahi lagi, pejamkan mata lagi, dan terus seperti itu,
seakan ia sedang memikirkan sesuatu. Napasnya ia keluarkan dengan paksa,
memberi tahu bahwa ia sedang kesal. “Kring..
kring.. kring..”. Tersentak ia bangun menyambut telepon yang berbunyi
disebarang tempat tidur dan seketika raut wajahnya berubah bahagia, wajah
tampan itu semakin nampak dengan senyum terbaik. Kembali ia meletakkan ganggang
telepon dan segera bangkit dari tempat tidur menuju lemari pakaian.
“Rey,
apakah kau didalam?” Suara
pria muda terdengar dari balik pintu kamar pria yang dipanggil Rey. Pria yang
dipanggil Rey itu berjalan menuju pintu dan membukanya. “Sudah dengar kabar gembira kawan? Kita akan pergi malam ini juga,
kantor baru saja meneleponku dan yang lain, apa kau sudah tahu?” Pria muda
itu masih berdiri diluar dengan wajah bahagia, sama bahagianya dengan Pria yang
dipangggil Rey. “Hahaha, seharian ini aku
sangat kesal, tapi karena mendapat kabar yang aku harapkan sejak tadi, moodku
kembali baik, sekarang aku sedang menyiapkan beberapa pakaian untuk berlibur,
semangatku kembali pulih setelah berdebat dengan direktur dikantor. Aku ingin segera
pergi dari kota penuh sesak ini.” Wajah yang tampan itu semakin bersemangat
dan nampak bahagia, sepertinya ia lelah dengan rutinitas kantor dan target
tanpa mengerti waktu, itulah sebabnya, wajah tampan itu sempat pudar dan lelah.
“Kenapa kau datang kemari? Apa kau tidak
ikut? Aku baru saja ingin berkemas, lalu kau datang dengan wajah seperti itu”. Rey
masih berdiri didepan pintu tanpa mempersiapkan tamunya masuk. “Hahaha, sepertinya kau sangat bersemangat
untuk pergi kali ini”. Pria muda itu terkekeh dan berjalan masuk kedalam
ruangan, sambil menarik koper berukuran besar lalu duduk santai diatas sofa. “Aku sudah bersiap sejak satu jam lalu, dan
aku kemari menunggu mobil jemputan kantor. Sudah berkemaslah, nanti kau kembali
kesal karena tertinggal, hahaha”. Ia kembali tertawa sambil mengejek Rey.
Pukul 21.10. Mobil
melaju dengan kecepatan 80 km/jam, jalanan tetap ramai, tapi tidak seramai tadi
sore, dan tidak pula membuat Rey kembali kesal seperti sore tadi. Rey menikmati
perjalanannya menuju kota dingin dan penuh wisata alam, Bandung, kota dingin
dan ramah, tempat yang pas untuk Rey dan kawan-kawan beristirahat setalah
dikejar waktu dan target di Ibu Kota yang sesak dan buas. “Eh, Dewi juga ikut loh, tapi sayangnya dia tidak semobil dengan kita,
dia bawa mobil sendiri.” Pria muda itu melirik genit kearah Rey dengan
wajah datar Rey hanya diam. “Berapa mobil
yang ikut?” Tanpa menanggapi tentang Dewi, Rey bertanya santai. “Cuma dua, tiga termasuk mobilnya Dewi, kau
tahu tidak? Dewi lah yang berhasil membujuk direktur untuk cuti panjang ini,
setelah berdebat panjang tentang laba dan rugi jika kita ambil cuti, akhirnya
ia mengalah dan memberi izin, hahaha.” Entah apa yang lucu menurutnya, Pria
muda itu tertawa sendiri. “Alex, apa Dewi
sendirian dimobilnya?”. Pria muda itu bernama Alex, rekan kantor Rey yang
bisa dikatakan tingkat perdulinya tinggi terhadap Rey, meskipun ia tahu, Pria
tampan yang bernama Rey itu sungguh dingin sikapnya, datar dan susah ditebak,
namun Alex tetap nyaman saat bersenda gurau bersama Rey. “Nggaklah, dia sama Tina berdua, ternyata kau juga perduli ya sama
Dewi, pura-pura acuh aja nih, hahahaha”. Tertawa menggoda Rey dengan
menyikut lengan Rey yang hanya diam tanpa jawaban.
Jalanan menuju
Lembang lengang, hanya ada beberapa kendaraan beroda empat yang berlalu lalang,
cuaca dingin mulai terasa di kota Bandung, pukul 00.24. Lampu jalan menerangi
setiap perjalanan menuju villa Lembang, semakin tinggi tanjakan, ac mobil semakin terasa dingin, Rey
terbangun dari tidur, menoleh disebelah kanan Alex yang juga tertidur lelap
kelelahan. “Tiiiiiiiiiiiiiiit,
gedebaaaak”. Bunyi klakson panjang dari arah yang berlawanan, cahaya lampu
mobil menyilaukan mata, mobil yang dinaiki Rey terhuyung kesemak belukar
menabrak pohon besar didepannya, sontak Rey terkejut, ada apa, apa yang baru
saja terjadi. Gelap, dan Rey kembali tidur.
Rey menatap keluar
kaca jendela mobil, pepohonan rindang yang gelap dimalam hari dikota Lembang
menuju villa membuat suasananya sedikit horor, namun Rey berpikir seram hanya
dimalam hari, Bandung tidak seseram malam ini. Pukul 01.12. Mobil berhenti
tepat didepan villa, villa yang memiliki dua lantai, disambut dengan lampu
taman villa dan bunga-bunga cantik, dingin malam di Lembang menyambut mereka
dengan tenang, dibagasi villa telah terparkir dua mobil, pertanda bahwa
teman-teman yang lain dan Dewi telah sampai lebih dulu.
Kicauan burung serta
aroma embun pagi, mawar merah merekah ditaman villa menyambut pagi di Lembang,
sambutan berbeda dengan dipagi hari di Ibu Kota. 180 derajat berbalik. Tawa
bahagia dari luar membangunkan Rey yang masih sedikit mengantuk, suara seorang
wanita dengan tawa manja, memberi tahu bahwa gadis itu manis dan cantik,
suaranya terdengar dari dalam kamar Rey dan Alex yang berada dilantai dua masih
tertidur karena lelah tadi malam selama perjalanan, mata Rey yang sipit
perlahan terbuka dan berjalan perlahan menuju jendela, hidungnya yang boros
menarik napas panjang menikmati sejuknya pagi hari di Lembang, matanya
mencari-cari suara tawa yang baru saja ia dengar, suara tawa yang lembut. Dari
balik jendela kamar, Rey mendapati seorang gadis berlari kecil mengendap-endap
keatas bukit, mengenakan gaun sampai lutut berwarna merah muda, berambut
panjang lurus berbando yang sama dengan gaunnya, sekali ia menoleh kearah villa,
wajahnya samar-samar terlihat dan perlahan naik kebukit, bukit yang sisi kiri
ditanami teh hijau, dan sisi kanan yang ditanami kopi yang hampir matang. Rey
terus menatap gadis itu memastikan gadis itu akan pergi kemana, lalu hilang
dibalik kebun kopi yang lebat.
Siang hari di
Lembang, berbeda jauh dengan siang hari di Ibu Kota, Lembang tetap memberikan
panorama yang sejuk dan bersahabat, siapapun akan menjadi bersemangat saat
berada ditempat ini, itulah pikir hati Rey yang berjalan sendirian meninggalkan
Alex yang masih tidur karena lelah. Jalan batu kerikil, sisi kiri dan kanan
disuguhkan pemandangan hijau pepohonan. Rey memutuskan untuk makan siang
dilesehan seberang villa.
Duduk sendirian
setelah memesan makan siang, Rey memesan nila bakar dan sayuran segar yang
dipetik langsung dari perkebunan Lembang, duduk sendirian menatap luar pagar
sebagai penghalang, seperti memberi tahu orang-orang bahwa pria tampan ini,
pria single. Diseberang lesehan,
hanya beberapa meter dari lesehan, pemandangan kebun teh dan kebun kopi yang
berdampingan, seketika mengingatkan Rey pada sosok gadis yang ia lihat pagi
tadi. Matanya liar melihat sekeliling, mencari sosok gadis pagi tadi,
barangkali ia akan menemukannya ditempat ini. Kebun kopi yang lebat, daunnya
hijau kehitaman, buahnya kuning kemerahan, namun belum siap untuk dipetik,
aroma bunga kopi yang wangi mampu menenangkan pikiran Rey yang sesekali
mengingat tentang sosok gadis yang ia lihat. Hidangan belum juga datang,
padahal sudah satu jam lamanya Rey menunggu, setalah memberikan menu yang ia
pilih dimeja kasir, kesal menunggu terlalu lama, Rey beranjak pergi dari tempat
tanpa menoleh kepada siapa saja yang mungkin melihatnya.
Matahari terik diatas
kota Lembang, Rey masih menikmati liburannya dengan berjalan sendirian
menyusuri kebun teh dan kebun kopi yang berseberangan. “Gedebug.” Suara orang terjatuh didepan Rey berdiri, namun Rey
tidak melihat karena terhalang rimbun daun kopi, perlahan Rey memastikan siapa
dan apa yang baru saja ia dengar. Ia kembali melihat gadis yang ia lihat pagi
tadi, posisinya telah berubah berdiri dan hendak pergi, memastikan bahwa gadis
itu benar yang ia lihat pagi tadi. “Hey...”.
Namun gadis itu berlalu dan tetap pergi tidak mendengar teriakan Rey. Rey
mencoba mengejar gadis itu dan mengikutinya lalu hilang dibalik suburnya kebun
kopi. Rey mendungus kesal, baru saja ia hendak memastikan siapa gadis itu dan
ingin melihat lebih jelas wajah gadis bersuara manja itu. Rey memutuskan untuk
kembali ke villa sore hari dan menghabiskan waktu untuk tidur berjam-jam, dan
besok ia akan mencari gadis itu lagi, gadis itu telah mambuat Rey penasaran dan
ingin bertemu kembali.
Pagi hari Rey sudah stanby didepan jendela kamar menunggu
gadis itu, mungkin saja gadis itu kembali datang didepan villa dan tertawa
riang seperti hari sebelumnya, Rey menunggu dengan penuh harap. Benar saja,
gadis itu muncul mengejar kelinci putih yang melompat-lompat takut karena dikejar,
dengan mengenakan gaun yang sama seperti hari kemarin, gadis itu tertawa geli
mengejar kelinci yang sulit untuk ia tangkap, menyaksikan itu, Rey melompat
berlari ketangga bawah, takut ia akan kehilangan momen untuk bertemu gadis itu
lagi, berlari Rey menuju luar villa, benar saja, gadis itu berlalu lagi dengan
berlari-lari kecil meninggalkan tawa manja dari villa. Tidak ingin kehilangan
jejak kedua kalinya, Rey berlari mengejar gadis itu yang hilang dibalik
rimbunnya kebun kopi, meninggalkan suara tawa manja. Rey tersengal tetap
mencari-cari kemana menghilangnya gadis itu, matanya manatap liar sekitar kebun
kopi yang tingginya melebihi tubuhnya yang tinggi 186 senti itu, ia tersandung
tepat berada diatas batu besar kebun kopi, Rey kelelahan, matanya menatap
sekitar, hanya batang kopi yang menjulang menutupi penglihatannya.
Aroma bunga kopi yang
khas dipagi hari, membuat pikiran Rey sedikit tenang setalah tersengal mengejar
gadis itu yang entah menghilang kemana. Rey tersungkur lemas diatas batu besar
tempat ia berpijak didalam kebun kopi, perkebunan masih sepi, belum ada yang
beraktivitas sepagi ini. Napas Rey tak
beraturan, ia mendengus berkali-kali karena kesal tidak menemukan gadis itu.
Beberapa menit ia duduk diatas batu, lalu memutuskan untuk pergi kelesehan
untuk sarapan pagi.
Kembali duduk
sendirian ditempat yang sama ia duduki kemarin, menunggu menu yang telah ia
tulis dan letakkan dimeja kasir, apakah ia akan menunggu lama seperti hari
kemarin. Rey tetap menunggu sambil berpikir, siapa gadis itu, kenapa gadis itu
membuat Rey begitu penasaran. “Hahaha,
sini, sini”. Tawa yang sama seperti dua hari terakhir yang ia dengar, suara
itu berasal dari bawah lesehan, karena lesehan ini tinggi seperti rumah
panggung. Rey melongokkan kepalanya kebawah, ia kembali melihat gadis itu,
tetap suka ria mengejar kelinci yang sama, tanpa pikir panjang, Rey melompat
dari atas yang tingginya dua meter, karena ia tidak ingin kehilangan gadis itu
lagi dan lagi.
“Hey...”.
Suara Rey
tersengal menopang kakinya yang sedikit nyeri terhempas tanah, gadis itu
perlahan mundur takut melihat Rey yang sedikit berantakan namun tetap terlihat
tampan. “Jangan takut, aku tidak akan
mengganggumu”. Mencoba berdiri tegak, dan memastikan jika gadis itu hendak
berlari mejauh darinya. Gadis itu tetap diam menatap Rey kaku. “Aku
Rey”. Menyodorkan tangannya hendak ingin berkenalan namun tak disambut
tangan gadis itu. Rey menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, sambil
menatap malu gadis didepannya, apa yang telah ia lakukan hari ini sangat gila,
gadis didepannya yang mengenakan gaun merah muda, berbando yang berwarna sama
dengan gaunnya, lesung pipinya yang terlihat jelas meskipun ia tidak tersenyum,
kulit putih bersih, sangat manis dan cantik, tidak sia-sia Rey mengejarnya
beberapa hari ini.
Namun mata Rey
tertuju pada bagian bawah kakinya, ia hanya mengenakan satu sandal sebelah
kiri, dan kaki kanannya merah terluka, mungkin karena ia tidak mengenakan alas
kaki sebelah kanan. Gadis itu tersontak berlari. Kembali mengejar kelinci yang
dari tadi menghilang, lalu meninggalkan Rey yang terdiam. “Hey, siapa namamu? Hey, jangan pergi”. Rey berteriak, ia ingin
sekali mengejarnya, namun kakinya masih gemetar karena melompat dari
ketinggian. Namun itu sudah cukup bagi Rey, bertemu dengan gadis itu lebih
dekat membuat liburan Rey sangat berkesan.
Rey melupakan bahwa
ia berlibur bersama teman-teman kantor, ada Alex, Dewi, Tina, dan teman-teman
yang lain, namun Rey merasa, bertemu gadis itu lagi lebih penting daripada
menikmati liburan bersama teman kantor yang di Ibu Kota juga akan tetap bertemu
dengan mereka. Rey kembali ingin menemui gadis itu, Rey membawa sandalnya yang
tidak ia pakai, ia ingin memberikan sandal kepada gadis itu, Rey menunggu
diatas batu besar dikebun kopi, bunga kopi yang setiap pagi menenangkan
pikirannya, semakin membuatnya bersemangat untuk bertemu gadis itu lagi. Dari
atas bukit, gadis itu turun masih menggunakan gaun yang sama, apa gadis ini
tidak memiliki pakaian ganti, sampai-sampai ia tidak berganti pakaian, ah, ia
tetap terlihat cantik meskipun memakai gaun yang sama. Pikir hati Rey.
“Eh,
aku sudah menunggumu sejak tadi”. Pukul
06.00. Sepagi ini Rey telah mendaki kebun kopi karena tidak ingin melewatkan
momen pertemuan untuk kesekian kalinya. Gadis itu diam saja menatap Rey, lalu
tersenyum, senyuman yang sangat manis yang tidak pernah ia lihat dari gadis
manapun. Termasuk senyuman Dewi yang kalah manis, rekan kantor yang pernah ia
sukai sejak dua tahun lalu. Rasa suka itu pudar setelah Rey mengetahui Dewi
menyukai ketua direktur utama perusahaan. Kembali Rey menatap gadis manis
didepannya, yang masih mengenakan satu sandal, tak tega melihat kaki mulus itu
terluka, Rey memberikan sandal yang telah ia bawa. “Ini, pakailah, aku bawakan sandal untukmu, nanti kakimu terluka lebih
banyak lagi”. Gadis itu menatap Rey penuh simpati, seakan ia tidak pernah
bertemu dengan pria sebelumnya. Pria yang baru saja ia kenal hendak
memberikannya sandal. Gadis itu menggeleng perlahan dan duduk disebelah Rey. “Kenapa tidak dipakai? Kamu tidak mau?”. Gadis
itu hanya diam saja menatap kakinya yang penuh dengan luka.
Aroma bunga kopi di
Lembang selalu membuat tenang, buahnya yang kuning kemerahan memberi pertanda
bahwa sebentar lagi ia akan siap dipetik. Satu jam berlalu sejak pagi hari Rey
menunggu dikebun kopi bersama gadis yang masih belum ia ketahui namanya. Mereka
hanya berdiam diri duduk diatas batu besar bersebelahan, Rey tidak mampu
mengeluarkan beberapa kalimat, karena ia merasa gadis ini tidak akan
menjawabnya.
“Kenapa
kesini?”. Tersontak
Rey mendengar kalimat itu dari si gadis, suaranya yang lembut membuat Rey salah
tingkah. “Eh, a.. ak.. aku hanya ingin
menemuimu”. Tiba-tiba pria tampan bak aktor itu gagap gempita menjawab
pertanyaan. “Pagi-pagi begini? Kamu tidak
takut” Pertanyaan lagi yang gadis itu ajukan. “Kenapa harus takut, aku sudah mencarimu beberapa hari ini, dan aku
tidak ingin mencarimu seperti anjing liar seperti kemarin”. Rey malu-malu
mengungkapkan. “Hahahaha”. Tawa manja
yang sama persis yang Rey dengar dua hari lalu di villa, tawa yang selalu
membuatnya penasaran, dan kini Rey menyaksikan langung gadis manis dengan
lesung pipi yang jelas terlihat. Inikah cinta? Hati Rey berbisik.
“Pulanglah,
banyak orang mencarimu, nikmati liburanmu, jangan lakukan ini lagi”. Gadis itu tersenyum lagi, senyum
yang sangat manis. “Aku sudah besar,
tidak perlu dicari. Siapa namamu?” Lengang sejenak, aroma bunga kopi selalu
berhasil mengalihkan segalanya, matahari perlahan naik, namun dingin Lembang
tetap terasa. “Lia”.
Gadis itu berdiri dan
tersenyum kearah Rey, memetik bunga kopi yang sedang mekar, ia hirup
dalam-dalam wanginya sambil memejamkan mata, hendak mengatakan sesuatu namun
terhenti. “Rey.. Rey.. Rey.. Rey..” Suara
ramai dari balik bukit terdengar samar-samar.
Pukul 09.30. Lembang
tetap terasa sejuk, Rey tidak mencium aroma bunga kopi lagi, Rey sudah berada
jauh dari villa. Matanya terang, tidak lagi tertutup daun-daun kopi yang lebat.
Secangkir kopi hangat tepat berada disamping ranjang Rey berbaring. Dimana Lia,
gadis manis yang baru saja ia temui, sandal yang baru saja ia bawa, kebun kopi
yang lebat, aroma bunga kopi yang selalu membuatnya tenang, begitu banyak
pertanyaan Rey, namun kepala Rey terasa berat, segelas kopi hangat disampingnya
memberikan aroma khas kopi nikmat, ingin sekali ia meminum kopi hangat itu,
tapi tubuhnya sulit untuk bergerak, semua terasa sakit. Ruangan asing pula yang
ia tempati membuat Rey bingung. Dingin Lembang masih terasa, meskipun ia sudah
jauh dari perkebunan kopi dan teh hijau. Pria muda mendorong pelan pintu
ruangan dan terkekeh geli melihat Rey yang masih kebingungan.
“Untung
kau masih hidup kawan”. Tiga hari yang lalu, saat menuju villa, mobil
yang dinaiki Rey mengalami kecelakaan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar