Air
mata dan kesendirian adalah temanku disaat apa pun, aku memiliki seorang papa
dan kakak laki-laki, tapi mereka tidak pernah memperdulikan aku, meskipun
begitu, rasa hormat dan sayangku tidak pernah rapuh sedikitpun. Yang aku tahu
sedari dulu adalah kebencian papa terhadapku karena kematian mama saat
melahirkan aku. Aku tahu, cinta papa kepada mama begitu besar, sehingga dengan
kepergian mama dan hadirlah bayi mungil yang butuh kasih sayang seorang ayah
tidaklah mampu membuat papa ikhlas atas kepergian mama. Dari kecil aku di rawat
oleh nenek, tapi, dengan usia nenek yang sudah tua dan renta nenek pun
meninggalkan aku untuk selamanya. Kemudian aku di asuh oleh paman yang sangat
baik dan menyayangi aku, tapi bibi juga sangat membenciku, karena bibi punya
konflik dengan papa, usiaku sudah 13 tahun, aku pun dipulangkan ke rumah papa,
aku sangat bahagia, papa dan kakak adalah orang yang sangat aku rindukan, yang
ingin sekali aku memeluk dan menatap wajah mereka. Karena dari aku bayi hingga
aku berusia 13 tahun, aku tidak pernah bertemu dengan mereka.
Rumah
yang mewah, dengan 2 buah mobil mahal yang terparkir di garasi, dengan taman
Bunga yang indah. Inilah rumah papaku, rumah yang dari dulu aku rindukan, saat
aku menginjakkan kaki di rumah, seorang papa yang aku rindukan langsung ku
peluk hangat
Tapi….
Papa malah mendorongku sampai aku tersungkur ke lantai,bukan kalimat selamat
datang untukku atau balasan pelukan, tapi kalimat yang keluar dari bibir papa
adalah “Anak sial, pembunuh, dan kehadiranku tidak pernah diharapkan”.
Dialah
papaku, tanpa dia aku tidak akan ada di dunia ini, memiliki seorang nenek yang
menyayangiku, paman yang perhatian kepadaku, dan memiliki papa yang begitu aku
sayangi, bagaimanapun sikap kasarnya kepadaku, caciannya yang setiap hari
selalu aku dengar, itu tidak akan mengubah rasa cintaku kepadanya. Kini usiaku
sudah dewasa, usia 19 tahun yang semakin membuat aku peka dan mengerti perasaan
papa.
“ Pa, sarapannya sudah siap, Husnah sudah siapkan
bekal buat papa kekantor, ini pa, dibawa terus dimakan ya pa”. papa melempar
rantang makanan yang ku berikan
“Saya tidak butuh makanan kamu, kamu pasti sudah
memberinya racun, dan mau membunuh saya”. Papa membentakku, terluka hatiku saat
papa menuduhkan hal yang sama sekali tidak aku lakukan.
“Ya Allah pa, Husnah nggak mungkin ngelakuin itu,
Husnah sayang sama papa”. Aku menangis tersedak, entah untuk yang keberapa
kalinya aku menangis.
Papa
langsung pergi meninggalkan aku, derasnya air hujan, mungkin bisa dikalahkan
oleh air mataku.
“Husnah…. !!! kak Brian membentakku, “kenapa ini
berantakan ?
“Maaf kak, ini salah Husnah, nanti Husnah
bereskan”. Aku mencoba menghapus air mataku
“Kamu pasti bikin papa marah lagi kan !!! makanya,
kamu tuh pergi aja dari rumah ini, aku juga udah muak harus marah-marah terus”.
Sudah sering kali saat papa dan kakak marah mengucapkan kalimat itu,
sampai-sampai aku hapal dengan kalimat
itu, dan bisa membuat aku kebal.
Matahari
sudah sepenggal naik, pintu sekolah masih terbuka, belum terlambat untuk mengejar
waktu. Karena jika terlambat sedetikpun, satpam sekolah tidak segan-segan
melarang siswa untuk masuk.
“Husnah ?” suara yang tidak asing lagi di
telingaku, itu Bisma, teman satu kelasku, dia baik, sopan, alim, dan di sukai
banyak kaum hawa.
“Ya Bisma ?” aku menoleh ke arahnya
“Pulang sekolah ke toko buku yuk, soalnya ada
buku-buku baru yang baru diterbitkan, mau kan”.
“Hem, boleh, aku juga mau beli buku untuk tugas
biologi, pulang sekolah kan?”
“Iya, sampai ketemu nanti siang ya”.
Dialah
teman baikku, seorang teman yang menghargai aku, yang peduli kepadaku, dan yang
pasti dia juga teman langganan bukuku.
Waktu
sekolah usai, seperti yang dijanjikan Bisma, kami akan pergi ke toko buku,
setelah memilih buku yang ia beli.
“Setelah ini kamu mau kemana? Sekarang gantian, aku
yang ikut kamu”.
“Aku mau kemakam mama”. Jawabku singkat.
“Ya udah, yuk kita kesana”. Bisma dengan
semangatnya
Pemakaman
yang penuh dengan nisan-nisan, disitulah ada seorang wanita yang sangat aku
rindukan, yang begitu istimewa dalam sejarah hidupku. Yang tak pernah kulihat
wajahnya, disitu ada mamaku, yang begitu aku cintai. Aku terduduk disamping
pusara mama smabil menahan air mata agar tidak jatuh dari kelopak mataku, ingin
sekali aku bertemu dengan mama dan memeluknya.
Hufh….
Aku tidak sadar bahwa ada Bisma disini bersamaku, aku terlalu hanyut dan
merindukan mama.
“Hei, kenapa ditahan, nangis aja kalau kamu memang
mau nangis, luapin kesedihan kamu, biar kamu lega”.
Ah, lagi-lagi Bisma mencoba membuat aku lega, dan
tanpa pikir panjang aku pun menangis.
“Mama, Husnah kangen sama mama, seandainya mama ada
disini, berkumpul sama Papa, Kakak, dan Husnah”. Bisik hatiku menangis terisak.
Angin yang berhembus membuat aku begitu nyaman
dengan suasana ditempat ini, ketenangan, kedamaian. Ditempat ini, kurasakan bayang-bayang
wajah cantik mama, senyum kebahagiaan papa.
“Gimana? Kamu suka tempatnya?” Bisma mendekatiku
yang duduk santai dibalik rumput ilalang. Aku hanya diam dan menjawabnya dengan
senyum.
“Ini tempat rahasiaku, kalau aku sedang sedih,
sedang takut, aku selalu datang kesini dan berteriak sekuat mungkin, karena
dengan begitu aku bisa lega dan jauh lebih baik.”
“Husnah jeleeeek kalau lagi manyuuuuuuuuunnn.”
Teriak Bisma dengan puasnya.
Aku tertawa melihat tingkah Bisma yang saat itu
mengubah kesedihanku menjadi tawa bahagia.
Hari
minggu, hari weekend, papa masih saja menyibukkan diri di kantor, seperti biasa
papa pergi kekantor tidak pernah sarapan, tapi kali ini ku lihat raut wajah
papa yang tidak seperti biasanya, papa terlihat pucat dan murung. Meski aku
tidak pernah bercengkrama atau bertukar cerita dengan papa, tapi aku selalu
melihat perkembangan papa setiap hari.
“Ya Allah yang Maha pelindung, Maha Agung dan
Engkau yang memiliki penciptaan langit dan bumi, lindungilah papaku, jagalah
setiap langkahnya, berikan ia kekuatan dan ketenangan dimanapun ia berada,
hanya Engkau Sang pemilik hati.” Diselah do’aku, tak pernah lupa terselip
permohonan kebaikan untuk papa, dan tak jarang pula ada setetes cairan yang
menetes diselah-selah pipiku. Setiap hari aku melihat sosok yang tegas,
disiplin, berwibawa, setiap hari aku berjumpa dengannya, namun setiap kali juga
aku merindukan sosok seorang ayah. Rinduku yang begitu bergejolak, yang selalu
bertanya-tanya, kapan kebencian papa akan berakhir, kapan amarah papa akan
hilang, lalu mau mengakui aku sebagai puterinya yang selalu merindukan pelukan
seorang ayah, kapan Allah akan membuat papa berbalik menyayangiku, kapan ?
Ahhh….
Ada apa aku ini, kenapa aku jadi mengeluh, kenapa aku jadi putus asa, kenapa
aku jadi cengeng, aku yakin, suatu saat aku akan mampu membuat papa
menyayangiku, membuat papa tak akan mau kehilangan aku. Karena aku mencintai
papa karena Allah, dialah yang membuat aku ada didunia ini, yang membuat aku
bisa mengenal dunia, melihat cantiknya Bunga, menatap birunya langit, dan
memandang indahnya bulan dan bintang. Karena yang mampu membuat papa sadar akan
cintaku padanya adalah Allah, Allah yang lebih tahu apa-apa yang terbaik
untukku, tapi aku yakin, akan tiba saatnya kurasakan pelukan papa.
Aku masih menangis diatas sajadahku, kusapu air
mata dari sudut mataku, namun rasanya begitu lega dan tenang. Kulihat jam di
atas meja belajarku menunjukkan pukul 21:21, sekali-sekali kulihat di garasi
mobil, tak kudapati mobil papa terparkir di garasi. Biasanya kalau papa pulang
malam hanya sampai pukul 8 malam, mungkin papa akan pulang terlambat malam ini.
Kuambil catatan harianku yang rutin setiap hari kutulis, dan memulai cerita
hari ini.
12 Maret 2012
Dear Diary….
Papa, malam ini papa kemana ? kenapa
papa belum pulang ? papa pasti belum makan, pa, tadi siang Husnah pergi
kepadang ilalang, di sana tempatnya bagus banget pa, Husnah juga kemakam mama,
Husnah kangen sama mama, oh ya pa, Husnah pengen banget ngajak papa kepadang ilalang,
tempatnya bener-bener bagus pa, Husnah mau teriak lagi disana kalau Husnah
bangga punya ayah seperti papa, papa cepet pulang ya, Husnah tunggu dirumah ^_^
Hari ini aku kesekolah seperti biasa,
semalam papa pulang jam 10, mungkin pekerjaan di kantor begitu banyak sehingga
membuat papa harus lembur, tapi syukurlah papa pulang dan tidak kurang suatu
apa pun.
“Brian, kamu hari
ini tolong papa bawa mobil ya, pak tejo kemarin minta cuti, jadi papa minta
kamu sementara bawa mobil.” Pinta papa saat sarapan pagi di meja makan.
“Hem, iya pa,
sekalian Brian mau pinjem mobil papa buat kekampus, motor Brian lagi masuk
bengkel, kebetulan dech.” Bujuk kakak sambil senyum-senyum pada papa agar di
izinkan.
“Iya boleh, tapi
ingat buat jemput papa nanti.”
“Ok boss.” Sambil
mengakat tangannya seperti hormat pada komandan apel.
Ingin sekali aku bersuara, dan
membuka percakapan pada papa, lagi-lagi aku takut papa akan marah seperti
biasa, karena aku tidak ingin menghilangkan mood papa pagi ini, lalu kubiarkan
saja papa menikmati sarapannya.
“Pa, Husnah pergi
sekolah dulu pa.” Aku mengulurkan tangan untuk berpamitan pergi.
“Sudah siap An,
ayo kita berangkat.” Papa mengacuhkan aku, seolah-olah aku tidak ada di
hadapannya saat ini, tanpa melihat kearahku sedikitpuun papa dan kak Brian
berlalu dari pandanganku. Mataku sudah berkaca-kaca, namun kujaga agar tetap
berada dikelopak mataku dan tidak jatuh setetespun, segera kualihkan
pandanganku dan bergegas keluar rumah untuk kesekolah.
“Husnah, pulang
sekolah kita kepadang ilalang lagi yuk.” Ajak Bisma padaku.
“Maaf Bisma, aku
harus langsung pulang nanti, aku ingin sekali kesana, tapi aku harus pulang,
kapan-kapan saja ya.” Padahal begitu ingin aku pergi kesana, tapi kurasa aku
harus pulang.
“Yah, sayang
sekali, ya udah nggak apa-apa dech.”
Kutunaikan solat zuhur, hanya pada
Dia aku mengadu, hanya pada Dia yang tahu hatiku, hanya pada Dia kuserahkan
keresahan luka ini.
“Ya Allah, tak
sedikitpun aku berpaling pada-Mu, tak sedetikpun aku lupa pada-Mu, tapi ku
hanya ingin papaku, aku hanya ingin dia mengakui aku sebagai puterinya, Engkau
tahukan Ya Allah betapa besar cintaku pada papa. Tapi Engkau juga lebih tahu
apa yang terbaik untukku. Kunantikan takdir indah dari-Mu wahai pemilik Hati.”
Kuakhiri do’aku dengan linangan air mata. Dengan tersedu-sedu kutatap foto papa
yang kupajang diam-diam dimeja kamarku. Karena jika papa tahu, papa tak
segan-segan memarahiku dan mengambil foto itu. Yaaahhh… untuk menyimpan fotonya
saja tidak boleh. Tapi dia memang tersimpan dihatiku sampai kapan pun.
Suara mobil papa terdengar dari
luar, ku lihat kakak berlari tergesa-gesa masuk kekamar papa dengan panik.
“Ada apa kak ?
kakak cari apa ? “ Tanyaku dari luar kamar papa
“Papa masuk rumah
sakit, aku lagi cari rekening papa, buat bayar administrasi, lagian buat apa
kamu nanya-nanya, nggak penting juga kasi tau kamu.” Kakak masih membongkar
lemari papa.
Kelabu yang terbayang dalam benakku,
gelap penglihatanku, napasku sesak, terengah-engah jantungku berdetak, guruh
kian bersahutan dalam dadaku, segalanya jadi menakutkan setiap apa yang
kulihat. Ya Allah, bukan ini yang aku minta dari-Mu, bukan….
“Husnah ikut
kerumah sakit ya kak.” Pintaku dengan terengah-engah.
“Nggak usah, kamu
dirumah aja, jaga rumah, karena nanti aka nada rekan papa mau kerumah.” Kakak
pergi begitu saja.
Tapi aku begitu ingin menemani
papaku dirumah sakit, yang terbaring disana adalah papaku, yang sakit itu
adalah bagian nyawaku.
Kakak pulang dengan wajah sedih,
kakak mengambil beberapa pakaian papa, lalu pergi lagi kerumah sakit. Papa
sakit apa ? tanda tanya yang begitu banyak dalam benakku. Aku mencoba untuk
pergi diam-diam kerumah sakit tanpa sepengetahuan kakak.
Kulihat papa yang
begitu lemah terbaring dirumah sakit, ada rencana apa dibalik ini Wahai pemilik
hati. Seorang lelaki yang sebaya dengan papa keluar dari ruangan papa dan
bernapas lega. Itu adalah dokter yang menangani papa.
“Syukurlah, masih
ada orang yang baik didunia ini, dan mau mendonorkan hatinya untuk pak
Darmawan, dan operasi ini juga lancar, beberapa menit lagi pak Darmawan akan
sadar. Kita tunggu saja perkembangan berikutnya.” Dokter itu menjelaskan pada
kakak.
“Syukurlah….
Terima kasih dokter.” Kakak sekali-sekali menghapus air matanya.
Aku harus segera pulang kerumah
sebelum kakak lebih dulu sampai di rumah, aku berlari kekamar dan membuka
catatan harianku, dan betapa bahagianya aku, papaku sudah bisa sembuh lagi.
Berulang-ulang aku menghapus air mataku yang dari tadi jatuh tak berhenti.
Mataku gelap, kabut yang Nampak
dipandanganku, kepalaku berdenyut keras dan semakin keras, tanganku gemetar,
badanku kaku. Tapi sebait masih sempat kutulis di Diaryku. Terdengar langkah
kaki yang masuk kekamarku. Tapi aku sudah semakin lelah untuk mencoba bernapas,
terasa berat untuk membuka mata, lalu aku tinggalkan catatan untuk tidur
sebentar. Aku lelah, dadaku semakin lama semakin sesak, cairan merah mulai
keluar dari hidung dan mulutku. Inilah saatnya Tuhan tunjukkan padaku, bahwa
aku akan melakukan apapun untuk papa.
Tuhan, aku ingin Engkau menjaga
papaku saat penjagaanku terkadang tak mampu merangkulnya dalam dekpan nyata,
tapi biarkan papa hidup dengan hatiku yang dimilikinya saat ini. Bahwa hatiku
begitu dekat dengan jantungnya. Bahwa hati itu tidak akan pernah berbohong. Aku
berharap, selepas ini, papa akan tahu apa yang aku rasakan selama ini.
Terdengar langkah kaki yang masuk
keruanganku, meskipun samar-samar kulihat, aku masih mendengar sedikit suara
lembut menangis kearahku. Lalu pelukan hangat yang luar biasa aku rasakan,
tetes demi tetes tangisan itu membasahi wajahku, dingin tangannya menggenggam
jemariku begitu kuat. Seakan-akan ia takut kehilanganku. Suara itu semakin
samar, perlahan membuat aku penasaran, siapa yang menangisi aku ? Namun semakin
samar aku melihat, semakin kuat pula pelukan itu, kecupan bibir yang terjun ke
keningku semakin membuat aku mencoba membuka mata. Ohhhh….
Betapa terkejutnya aku bila yang
kulihat adalah papa, pelukan itu semakin aku rasakan dan aku hanyut dalam
pelukan papa, Allah, inikah saat-saat yang aku rindukan tiba ? inikah papaku ?
aku ingin lebih lama lagi merasakan pelukan papa. Aku ingin lebih lama lagi ada
dalam dekpannya, tapi dadaku semakin sakit, aku merasakan sakit yang teramat
dalam, sakit sekali. tapi pelukan papa perlahan membuat rasa sakit itu hilang.
Ah…. Rasa sakit itu hilang
tiba-tiba, aku hanya butuh tidur sebentar sambil menikmati pelukan papa.
02 januari 2010
Dear Diary….
Usiaku sudah masuk ke 16 tahun,
tidak ada perayaan atau tidak ada ucapan dari kakak atau papa, tapi dengan
melihat wajah bahagia mereka aku sudah cukup bahagia, bahkan sangat bahagia,
aku mendapatkan kado dari Bisma, ia memberikan aku sapu tangan, dia bilang
untuk menghapus air mataku agar tidak menangis lagi. Dia memang teman baikku.
10 April 2010
Dear Diary….
Hari ini kakak ulang tahun, aku
memberikan kakak jam tangan, agar kakak tidak kesiangan lagi, tapi kakak malah
memberikan jam tangan itu pada temannya, mungkin kakak tidak suka jam yang aku
berikan. Tapi, aku sangat menyayangi kakakku, selamat ulang tahun kak. ^_^
22 Juli 2010
Dear Diary….
Papa, Husnah tidak pernah
menyesal terlahir sebagai anak papa, Husnah tidak pernah marah papa selalu
memperlakukan Husnah sedemikian rupa, Husnah tetap menyayangi papa apa pun yang
terjadi, pa, Husnah rindu papa, Husnah pengen banget papa tau kalau Husnah takut
kehilangan papa. Pa, papa adalah separuh nyawa Husnah, denagrkan kata hati
Husnah ya pa. husnah sayang papa
20 desember 2010
Dear Diary….
Malam kemarin aku tidur di makam
mama, aku sangat rindu mama, aku ingin sekali bertemu mama, tapi selepas aku
pulang, papa sama sekali tidak mengkhawatirkan aku atau menanyakan kemana saja
aku semalam. Tapi papa malah bilang. “Kenapa pulang, mending nggak usah pulang
sekalian, nggak ada gunanya juga kamu disini.” Yah, lagi-lagi aku harus
mengebalkan hati dan perasaanku.
01 januari 2012
Dear Diary….
Papa dan kakak malam ini pergi
merayakan tahun baru, aku hanya dirumah membaca buku dikamar. Papa sama sekali
tidak mengajakku, jangankan untuk mengajak, menawarkan saja tidak. Hufh…
14 maret 2012
Dear Diary….
Papaku sakit, papaku harus
berjuang antara hidup dan mati, papaku harus menahan sakit yang teramat dalam,
aku takut, aku takut kehilangan dia. Allah, aku tidak akan meminta apapun
dari-Mu, kali ini aku hanya ingin selamatkan papaku, Engkau yang Maha menyelamatkan.
Aku mohon.
15 maret 2012
Dear Diary….
Sekarang aku tau, papa menahan
sakit yang teramat sangat, hati papa mengalami pembusukan, papa harus
dioperasi, papa tidak boleh pergi, papa tidak boleh sakit. Ya Allah, beri aku
petunjuk.
16 maret 2012
Dear Diary….
Separuh nyawaku sudah di
operasi, papa akan baik-baik saja, papa akan tetap sehat, papa akan berkumpul
lagi dengan kak Brian, bekerja seperti biasa, melihat cantiknya bunga, menatap
indahnya langit, memandang terangnya bulan dan bintang, papa akan baik-baik
saja. Husnah lelah, mata husnah gelap, husnah tidak mampu melihat lagi, husnah
ingin menulis lebih banyak lagi, tapi husnah tidak sanggup. Husnah
benar-benar takut pa, husnah takut.
Allah….
Husnah selalu menyayangi papa,
Husnah pergi pa, tapi HATI HUSNAH HANYA UNTUK PAPA.